Bismillah...
“Katakanlah (Muhammad),
“Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan yakin, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang
musyrik.”QS Yusuf (12): 108
As we know, diutusnya
Rasulullah saw kepada umat manusia tidak lain tidak bukan tujuannya adalah
untuk mengajak manusia ke jalan kebenaran, mengesakan Allah dari segala sekutu
dan tandingan. Sehingga umat manusia terbebas dari penghambaan kepada selain Allah
menuju kepada penghambaan yang total kepada Allah semata.
Kemudian para sahabat
radiallahu anhuma mengikuti jalan yang dilalui oleh Rasulullah saw yaitu
mengajak manusia untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengaju kepada Al
Qur’an dan Hadits.
Jalan tersebut kemudian
diikuti oleh generasi sesudahnya, khulafaur rasyidin, para tabi’in, tabi’ut
tabi’in, orang-orang sholeh sampai akhir zaman. Jalan tersebut sejatinya akan
terus ada, yang melewatinya akan tetap eksis dengan izin Allah ta’ala. Sekali lagi,
orang-orang yang memilih berada di jalan tersebut memiliki ciri khusus yaitu
mereka mengajak manusia kepada Allah. Dalam istilah kekinian kita mengenal
mereka dengan istilah ulama, kyai, ustadz, guru agama, etc.
Pelabelan istilah
tersebut kepada sebagian kecil golongan, dengan standardisasi yang kompleks
menjadikan penyempitan pemahaman dalam ruang berpikir kita. Anggapan bahwa
mereka yang layak berada di ‘jalan’ tersebut adalah mereka yang memiliki
kecakapan ilmu agama yang luas, merupakan alumni pondok pesantren atau kampus
Islam menjadikan sebagian orang awam melepaskan diri dari tanggungjawab
tersebut dan mencukupkannya pada peran para tokoh agama.
Kemudian, sebagian
besar kita membuat standar sendiri dalam mengukur kesuksesan diri dan orang di
sekitar kita. Tujuan hidup manusia tidak jauh dari pekerjaan yang bagus yang
tentunya disertai gaji yang besar, rumah dan mobil yang mewah, kenaikan
pangkat, menyelesaikan studi hingga jenjang tertinggi, etc yang sifatnya sangat
temporar. Standar ini tidak hanya menjadi pandangan hidup bagi non Muslim,
tetapi juga sebagian besar kaum muslimin.
Is it wrong?
Sungguh Islam tidak
melarang penganutnya untuk memiliki kualitas hidup yang baik yang ditandai
dengan pencapaian diatas. Bahkan Islam sangat menganjurkannya. Namun, saat hal
materialistic tersebut menjadi tujuan hidup dari seorang Muslim maka perlu
perenungan kembali tentang hakikat keber-Islaman kita.
Secara umum terdapat
dua tipe penganut Islam:
11. Minimal Expectation
Golongan
ini masih menjadi bagian terbesar dari ummat ini. Dimana mereka masih
menjadikan Islam sebagai milik mereka sendiri. Keber-Islaman mereka tidak
memberi pengaruh apapun kepada orang lain.
Mereka melakukannya sebatas standar
minimum: meninggalkan yang haram dan menjalankan yang wajib. Banyak alasan
mengapa manusia masuk kategori ini, diantara: merasa tidak mampu melakukan
lebih, merasa tanggungjawab seorang Muslim hanya sebatas hal tersebut
(kurangnya ilmu), ketidaksiapan dengan beban yang lebih besar, dan lainnya.
22. High Expectation
Mereka
yang diberi Allah karunia dan kesempatan untuk melakukan lebih. Mereka yang
sadar akan tanggungjawab sebagai seorang Muslim. Merekalah yang disebutkan
dalam awal surat Yusuf ayat 108 diatas,
“…inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan yakin…”. Mereka mendedikasikan hidup mereka untuk agama Allah.
Pekerjaan yang bagus, harta yang melimpah, fasilitas dunia yang lengkap, mereka
gunakan untuk mengabdi pada agama Allah.
Dalam
ayat ini disebutkan bahwa Islam sebagai jalan yang artinya gerakan langkahdemi
langkah. Bergerak dan tidak statis, terus melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik dan membawa kemajuan. Maka ciri manusia yang berada dalam kelompok
ini adalah mereka yang harus terus berbenah lebih baik setiap waktu hingga ajal
tiba.
Fakta bahwa umat Islam
hari masih jauh dari peradaban yang baik haruslah menjadi cambuk bagi kita untuk terus berupaya menjadi pelayan (pengabdi) agama Allah. Mengajak orang
lain kembali kepada agama Allah. Menjadi cerminan muslim yang sesungguhnya. Bagaimana
menjadikan nilai-nilai Al Qur’an termanifestasikan dalam setiap aktivitas kita.
Saat kita bekerja di
kantor, maka kita adalah ambassador dalam lingkunga kerja kita. Demikian halnya
di lingkungan tempat tinggal, bagian dari masyarakat, bangsa dan negara. Setiap
kita harus menetapkan standar yang tinggi untuk diri kita agar dapat menjadi
pengabdi agama Allah. Pengabdi kepada agama Allah menjadi bagian dari mereka
yang mengikuti jalan yang telah dilewati oleh Rasulullah saw. Mengajak manusia
kepada jalan yang
Saat kita melihat
saudara, tetangga, teman sekeliling kita yang menjauh dari nilai-nilai Islam,
maka seharusnya kita merasa sakit dan sedih. Serta terus bertanya “What can I
do?”. Untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik, sumbangan apa yang dapat saya
berikan?
Dunia bukanlah tujuan
akhir, pekerjaan kita adalah cara kita mengabdi pada agama Allah. Kemudian pertanyaan
berikutnya yang harus terus terngiang dalam benak kita adalah:”Bagaimana saya
dapat mengabdi kepada agama Allah dengan karir, pekerjaan, harta, waktu, dan
semua kesempatan yang Allah berikan?” “Ilmu yang saya
pelajari, bagaimana agar memberi manfaat, dapat membantu orang lain?”
Hal ini bukanlah tanpa
sebab. Karena Allah telah memilih kita. Muslim High Quality. Karena Allah sudah
memberi kepercayaan kepada kita untuk amanah besar ini. Dan sungguh Allah telah
menyiapkan semua perangkat bagi kita untuk menjalankan tugas tersebut.
Namun, kabar tidak
baiknya adalah saat tidak menjalankan tugas tersebut dengan baik maka kita akan
tergantikan. Seperti yang Allah firmankan dalam Al Qur’an Surat Muhammad (47):
38, “…Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar) Dia akan menggantikan
(kamu) dengan kaum lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” Ini
adalah warning yang sangat serius dari Allah kepada kita.
Kita tidak boleh cepat
puas dengan apa yang sekarang kita capai. Bersyukur atas nikmat yang Allah
berikan adalah kita semakin berupaya meningkatkan kemampuan kita agar dapat
memperbaiki kualitas pengabdian kepada agama Allah.
Untuk menjadikan label
“pengabdi kepada agama Allah” terpatri kuat dalam jiwa kita maka setiap kita
haruslah jelas dengan alasan mengapa kita menjadi seorang muslim? Mengapa saya
mengucapkan kalimat tauhid? Mengapa Al Qur’an adalah kitab kita? Dan pertanyaan
prinsipil lainnya. Kita harus menghindari menjadikan agama sebagai tradisi,
budaya, warisan yang kita terima dari nenek moyang kita tanpa memiliki alasan
yang kuat secara personal.
Saat alasan keber-Islam-an
kita telah menghujam kokoh maka pada saat itulah akan lahir para pengabdi
kepada agama Allah, yang mereka memiliki karakter dan prinsip yang kuat, iman
yang kuat, keyakinan yang nyata, sehingga merekalah (semoga kita termasuk
didalamnya) yang akan mengubah dunia menjadi lebih baik dengan izin Allah.
Alasan besar mengapa
kita berharap menjadi pengabdi kepada agama Allah adalah rasa sayang dan cinta
kepada umat manusia. Seperti yang Allah gambarkan dalam Al Qur’an Surat Nuh
(71): 1, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
perintah), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang
pedih.”
Dan semoga generasi
setelah kita lebih baik dan terus lebih baik. Sehingga dunia menjadi tempat
yang penuh keberkahan bagi seluruh umat manusia.
Karena hal yang juga
harus diyakini adalah bahwa sebesar apapun kita mengabdi kepada agama Allah,
sekhusyuk apapun sholat kita, dakwah, zakat, dll, yang kita berikan kepada
agama ini sesungguhnya itu tidaklah cukup bagi kita untuk mendapat berkah dari
Allah sebagai seorang Muslim.
Dan semua kebaikan yang kita kerjakan karena
Allah maka sungguh hal tersebut akan memberikan keuntungan berlipat ganda bagi
kehidupan kita, di dunia dan akhirat in shaa Allah.
Karena itu, sikap yang
harus dimiliki oleh seorang pengabdi kepada agama Allah adalah rasa rendah
hati, dihadapan manusia, apatah lagi di hadapan Allah Yang Maha Tinggi.
Saat keinginan itu
sudah ada namun kita belum menemukan caranya maka setiap kesempatam panjatkanlah
doa kepada Allah dengan pengharapan yang besar semoga Allah berkenan memilih
dan menguatkan kita tetap berada di jalan para pewaris Nabi.
“Ya Allah, aku ingin mengabdi kepada agama-Mu,
tunjukkanlah kepada ku bagaimana caranya.” Amin
Awal (sekali) September
2018
Sumber: https://youtu.be/avzl5TCc100
Belum ada tanggapan untuk "Bagaimana Saya Dapat Mengabdi Kepada Agama Allah?"
Posting Komentar