Bismillah
Aduh, ngedengar suara bapak ini, otomatis aku ngambil laptop dan pengen nulis buanyyaaakk.. aih, mau cerita apa ya, semoga untuk ngambil pelajaran aja ya. Kemarin suami istri itu berantem, gak nyangka sedemikian parah. Bukan hanya suaranya/intonasinya yang keras tapi pilihan kata yang berhamburan juga sangat tidak layak untuk didengar. Aku mendengarnya aja sampe terkejut-kejut. Dalam batin berujar, kok segitu kali ya. Pintu dibating keras, sampe kami yang jadi tetangga terdekat aja ketakutan. Ihhh, seram sekali. Jadi pas dengar bapak itu ngomong pagi ini dengan salah satu pelanggan warung di depan kontrakan kami, seketika aku teringat kata-kata yang keluar dari lisannya kemarin. Sangat tidak layak! Hanya bisa ngelus dada, dan berdo’a semoga Allah mengaruniakan kami pasangan hidup yang akhlaknya mulia, yang jikapun marah semoga hanya diam saja, (sambil lirik kak Rani*)
Jadilah ba’da maghrib itu kami terdiam ketakutan mendengar perang di antara mereka. kejadian ini sedikit banyak memberi sedikit perubahan pada pandangan terhadap pernikahan, semangatnya jadi sedikit surut. Alamak, ada rupanya yang berantam sampe kek gitu ya? Hhh,,
Oleh karena itu, sebagai langkah antisipatif, sebaiknya ketika proses perkenalan (ta’aruf) tidak hanya sekedar menyamakan visi misi hidup, tapi yang lebih urgen adalah bertanya tentang karakternya. Misal, bagaimana kebiasaannya jika marah? Karena menurut si kakak tidak menjamin bahwa orang yang tertarbiyah aman dari karakter buruk (kalau marah main pukul_naudzubillah, denger orang mukul dinding aja rasanya jantung mau keluar) bersebab setiap kita punya masa lalu, pola asuh yang berbeda. Maka itu semua menjadi pondasi pembentuk karakter seseorang, dan jeleknya karakter ini sulit sekali untuk diubah. Nah, jika dalam proses tersebut ternyata ada karakter yang kita tidak bisa cari antisipasinya (misal, kita gak punya keahlian kungfu yang mumpuni, sementara dia punya karakter seperti diatas tadi) maka alangkah lebih safety nya jika proses itu sampai disitu saja. Lebih baik kita hunting yang lebih aman.
Terkait kisah diatas, lagi-lagi aku dibuat terkesima dengan perilaku lelaki mulia ini, seorang sahabat Rasulullah yang terkenal sangat keras, ditakuti oleh para kafir Quraisy, bahkan sampai syetan pun mencari jalan yang berbeda dengan yang dilaluinya (saking takutnya, hehe). Iya, dialah khalifah kedua kita Umar bin Khattab, ra.
Ada sebuah kisah di masa pemerintahan beliau. Seorang pemuda mendatangi rumah sang khalifah dengan maksud mengadukan perilaku istrinya yang (cerewet kali, hehe). Sesampainya di depan rumah beliau, maka si pemuda tertegun karena mendengar khalifah juga mendapat perlakuan yang sama dari istrinya (direpeti). Tapi apa yang di dengar pemuda tadi keluar dari lisan Umar bin Khattab? Beliau hanya diam, mendengarkan repetan istrinya. Dalam hati sang pemuda berujar, kalau istri khalifah aja begitu, apalagi istriku (hekhek).
Ketika ditanya mengapa beliau memilih diam? Umar berujar, “Aku sabar dan tabah menghadapi kenyataan itu karena ia menunaikan kewajiban-kewajiban dengan baik. Dialah yang memasak makananku, dia yang membuat roti untukku, dia yang mencuci pakaianku, dia yang menyusui anak-anakku padahal itu bukan kewajibannya sepenuhnya. Dan dia juga yang menenteramkan hatiku sehingga aku dapat menjauhkan diri dari perbuatan haram. Karena itulah aku tabah dan sabar mendengarkan apa saja yang dikatakannya mengenai diriku” (Ustadz Abu Muhammad Jibril dalam Lelaki Saleh)
Nah,, ini saja
Alhamdulillah
Artikel lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Tentang Si Marah"
Posting Komentar