Bismillah..
Lamat-lamat
kueja huruf demi huruf dalam kalimat itu. Menakjubkan dan menggetarkan alam
kesadaranku yang seolah sudah karatan. Kewarasan itu datang lagi, akan sebuah
persepsi yang belakangan menjadi momok menakutkan karena pandangan yang mulai
berubah, melenceng tepatnya. Bersebab berbagai peristiwa yang terjadi (macam
udah mau olah TKP) dan kegamangan yang hadir tanpa ku undang. Ia seperti
mengambil alih kendali berpikirku akan sebuah kata yang menyerap seluruh rasa
optimis yang pernah ada. Ya, kata itu hanya satu. Realistis. Dan kata itu
seperti menertawakanku.
Cemoohannya
membuatku ciut, dan perlahan aku memilih mundur dengan wajah tertunduk. Kata
itu menjadi semacam pembenaran akan pilihanku menyepi dalam cangkang kecilku.
Menepi dari mimpi-mimpiku, memilih kata itu menjadi temanku. Ya, realistis.
Kata itu seperti meneriakiku. “Lihat kondisimu, lihat apa yang kau punya untuk
mimpi sebesar itu, aku hanya peduli padamu, tak ingin kau terluka atau kecewa
akibat mimpi yang tak bisa kau gapai. Realistislah!!” sesak sekali mendengarnya.
Teman-teman
berkata aku berubah, tak lagi tangguh seperti dulu, tak lagi ngotot. Benarkah?
Segala
puji hanya untukNya yang selalu menggapai tanganku. Kebosanan membuatku sejenak
melirik deretan buku itu, dan menarik salah satu darinya. Sekali lagi, hanya
untuk mengusir kebosanan..
Lembar
demi lembar selesai dengan segera, masih sama seperti dulu. Aku tersenyum,
terpingkal bahkan membaca kalimat yang bagiku mengaduk sisi humorisku. Tapi tak
berselang lama, aku menangis membaca penggalan kalimat lainnya. piawai, piawai
sekali penulisnya. Tapi sebenarnya aku mau menceritakan apa ya? Terlalu lebar
sepertinya ya, dan sebenarnya bukan itu maksud tulisanku. Halah! Balik lagi ke
cerita awal. Yap, kata realistis.
Aku
kembali menemukan senjata ampuhku, mengusir sang pencemooh yang belakangan
sering menguntitku. Menemukan makna kata realistis yang kembali meletupkan
semangatku (udah macam mercon kampung). Bahwa realistis adalah…”Berbuat yang
terbaik pada titik dimana kita berdiri”. Dapat kan letupannya? Hehe (maksa
kali).
Tapi
benar, yang kurasakan pertama kali membaca kalimat itu adalah luapan optimis
yang berkobar-kobar. Realistis bukanlah pasrah, menerima takdir kita (tanpa
usaha berdarah-darah), hingga mengarah pada pesimis tapi berkedok menerima
segala ketentuanNya.
Tapi
realistis adalah ya tadi, berbuat yang terbaik pada titik dimana kita berdiri.
Hanya itu. Berbuat yang terbaik pada kondisi apapun kita hari ini. Terbaik
berarti optimal, sampai titik dimana kita memang tidak kuat lagi. Saat itulah,
kita percayakan semua pada tintaNya, catatan tentang kita dalam Lauh MahfuzNya.
Kawan,
bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.. thanks Mr Hirata untuk
Sang Pemimpinya
(untuk
diriku yang amat kucintai, hahaa)
Artikel lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Realistis girl.."
Posting Komentar