Bismillah
Sibuatan, pernah dengar kan? Yang ngakunya anak alam (eits, pecinta alam) pasti tahu lah dengan nama salah satu gunung di Sumut ini. yang baru denger, berarti nasib kita sama, karena diriku juga baru ngeh dengan nama gunung ini sekitar satu tahun yang lalu (haha), tepatnya pasca kepulangan dari gunung Sibayak. Karena ngerasa ada something so deep and interest with mountain maka nanya-nanya lah ya kan, kekira gunung apa lagi nih yang bisa dikunjungi.
Saat itu Sinabung masih enggan (semoga tak lama lagi kembali normal kawan, hehe), jadi seorang kawan yang punya banyak kenalan pencinta alam nyeletuk, “ke Sibuatan yuk!” maka mulailah sesedikit mencari info tentang gunung ini, dan berbagai informasi yang di dapat mengabarkan kalau gunung ini medannya berbeda dengan yang lainnya, lebih ekstrim gitu. Kalau masih pemula, dianjurkan jangan kesana dulu, latihan di gunung lain dulu (tapi macam manalah ya kan, di Sumut yang ada kan Sibayak, Sinabung, Sibuatan, secara Sinabung belum bisa didaki, Sibayak Alhamdulillah sudah, berarti tinggal Sibuatan dunk,, aih panjang kali pun intronya). Akhirnya karena berbagai informasi itu sepertinya masih kurang mendukung, jadilah niatan untuk bergerak kesana masih niat biasa. Itu 22 April 2015
Akhirnya nih, cakap-cakap kemarin itu Alhamdulillah Allah beri kemudahan untuk mewujudkannya, berbagai persiapan menuju kesana Alhamdulillah lancar (thanks berat to mbak Nanda), dan perjalanan itupun dieksekusi tepat pada hari Jum’at, 25 Maret 2016 (hampir setahun sejak cakap-cakap kemarin mau kesana)
Nah, perjalanan kami di mulai dari kos ( ya iyalah) hehe. Titik awal ketemu itu di halte bus ke Sidikalang, bus mini ukuran L300 itu sudah stanby ready di halte, tinggal menunggu para penumpang penuh barulah cayo. Kami yang terdiri dari 13 orang akhirnya baru kumpul pas jam 8 (telat 2 jam dari prediksi awal). Itupun ada insiden lain, nyata ternyata bus mini itu meminta tambahan uang yang kurang masuk akal (kata para ranger) untuk tambahan jarak yang kami minta menuju kaki gunung. Akhirnya, karena tidak sepakat dengan tambahan itu jadilah kami harus mencari bus lain. Ayo bergerak!
Singkatnya, kami berangkat naik bus Sutra yang ukurannya lebih besar dari yang sebelumnya. Bismillah, perjalanan di bus pun dimulai kekira pukul 08.30 pagi. Posisi duduk yang nyaman bener-bener membuat kami menikmati sekali perjalanan ini. Beberapa kali ke daerah wisata ini (Berastagi dan sekitarnya) aku selalu terkesan dengan kekompakan mereka (para geng bus) untuk menyetel musik lokal, tradisi untuk mencintai kekhasan lokal itu aku lihat dari sini, tidak tergerusnya mereka untuk latah mengikuti lagu-lagu modern yang entah ada unsur nilainya atau tidak. Maka dua jam perjalanan itu kami mendengarkan dengan seksama lagu-lagu Karo itu, lumayan juga meski tak banyak yang dimengerti, hehe.
Kelok demi kelok pun terlewati, dan tibalah kami di perhentian pertama, Kabanjahe sekitar pukul 10.30 siang. Dari titik ini, kita naik bus yang mirip dengan yang sebelumnya, tapi namanya Sepadan. Pas lihat bus ini, keknya aku gak asing deh, ini kan mau ke kampungku, dan memang ada tulisan trayeknya, Kabanjahe-Siantar (tetiba berasa pengen pulang, haha). Nah, ini baru kutemukan keanehan yang memang aneh lah. Warga Indonesia, suku Batak (Toba) tapi yang di putar makjang lagu Barat, entah ngerti entah tidak pun. Padahal kalau mau mencari banyaknya lagu daerah kami yang top markotop, ada pesan moral yang disampaikan. Sisi yang ini membuat aku sedikit bersedih. Bukan karena apa, tapi mulai jauhnya kita berkiblat pada Barat tanpa memilah apakah itu positif atau tidak. Kalau untuk belajar bahasa bule sih it’s okey, tapi kalau sekedar ikut-ikutan (biar dibilang gaul) keknya ada yang perlu diluruskan. Ah, kok jadi cerita yang ini ya..
Wokelah, dari Kabanjahe-Merek tak sampai dua jam kami sudah tiba. Tepatnya sekitar pukul 11.30 saat matahari memang tengah garangnya. Istirahat sejenak untuk menunggu instruksi dari guider. Ternyata pemirsa, kita kudu naik becak lagi menuju titik awal pendakian. Wow,,sangat berliku-liku ya. Aku pikir bus tadi itu akan membawa kami langsung ke tujuan.
Di atas becak, mulailah riset itu dilakukan. Karena masih aneh dengan gunung ini dan persepsi kami masih berbeda-beda, jadilah kami mengajukan berbagai pertanyaan ke supir becak (syukurnya beliau sangat ramah, dan bersedia kami wawancarai). “Pak, gunung Sibuatan itu memang sekedar bukit biasa ya? Soalnya kami tanya ibu-ibu di halte tadi katanya itu bukan gunung, tapi bukit aja?” tanya seorang teman. “Ooh, memang banyak yang belum mengenal gunung ini karena medannya sedikit berat, jadi pengunjung yang datang juga tidak seheboh di Sibayak sehingga pamornya masih kalah, padahal gunung ini adalah yang tertinggi di Sumut, lebih tinggi dari Sinabung.” Kata si bapak. “Bapak udah pernah kesana, ada ular gak pak?” masih pertanyaan teman yang tadi. “Bapak sudah dua kali (kalau gak salah), dan mudah-mudahan aman, asalkan kita tetap sopan dan menjaga adab” kembali jawab beliau. Dan berbagai pertanyaan kami yang lain pun dijawabnya dengan senang hati (thanks pak!). masih di perjalanan beliau menunjuk ke arah depan sambil berujar, “Nah, kalian nanti akan menyusuri bukit itu sampai yang itu (beliau membuat garis horizontal yang lumayan panjang). Hedew, batin kami punya kesimpulan masing-masing.
Perjalanan menuju kaki bukit, kami disuguhi pemandangan yang aduhai saat mempesona. Beraneka jenis tanaman yang semula kami lihat di buku pelajaran, atau kalau emak-emak di pasar sering menjumpainya untuk diperjualbelikan, disini kami melihat tanaman itu tumbuh dengan asrinya. Benar-benar memanjakan penglihatan. Yang itu kol, wortel, kentang, tunjuk si bapak satu persatu seperti pak guru mengajari muridnya. Iya, kami tahu namanya tapi kalau melihat langsung tanaman itu bertumbuh dalam jumlah yang sangat luas dan dari tempat yang sangat dekat sepertinya baru kali ini. Alhamdulillah, exciting banget, so surprise. Maha Suci Allah untuk segala keindahan ini.
Wah, intronya aja udah sepanjang ini gimana lagi nanti perjalanan intinya ya.. sabar sabar sebentar lagi petualangan gilak itu dimulai. Yang tadi masih happy ria, kita tunggu aja gimana pendakian yang sangat itu.
Akhirnya sampai di kamp awal tempat pemeriksaan berbagai hal terkait dengan kesiapan. Gak nyangka akan sedetail itu. Aku melihat ranger berbicara sangat serius dengan pengelola tempat itu. Dan dimulailah pemeriksaan, mau tau apa yang diperiksa? Isi tas kami disuruh dikeluarkan sodara-sodara, semuanya.
Berapa plastik yang dibawa, makanan, minuman, permen, tissue, dan semua yang berpotensi jadi sampah dihitung sedetail mungkin, dan dicatat. Rekap dua, untuk kami dan mereka. prosedurnya memang begitu. Dan satu peraturan tidak tertulis adalah, ketika jumlah sampah yang kami bawa ketika turun tidak sama dengan catatan yang ada maka kami harus memilih salah satu dari konsekuensi ini. Pertama, membayar denda sebesar 500rb, atau memungut sampah sebanyak satu karung di desa terdekat. Alamak, bagus kali peraturan kalian ya..
Lalu kami pun diberi berbagai wejangan: upayakan tangan kita dalam kondisi bebas (tidak menenteng bawaan) karena jalan yang disusuri memerlukan keaktifan seluruh anggota badan termasuk tangan, bawa air yang memadai karena di puncak tidak ada sumber air (jadilah kami memenuhi semua kantongan dan Alhamdulillah ada ranger yang bersedia membawa), upayakan focus pikiran jangan bercabang-cabang (aih, yang ini udah agak lain topiknya) karena beberapa ada yang mengalami kejadian aneh karena tidak focus, bagi perempuan yang tidak berjilbab ayok rambutnya jangan digerai ya (aih, makin anehlah topic ini jang), kalau di tengah perjalanan tidak kuat lagi maka jangan dipaksakan lebih baik turun saja, dan petuah lainnya yang sedikit banyak menyurutkan langkah kaki ini. begitu ya,, sanggupkah?
Karena konkawan semangat 46 maka diriku pun pura-pura tertular (hehe) dan kamipun memulainya dengan khsuyuk berdo’a semoga Allah melancarkan semuanya. Bismillah.. lets begin!
Inilah Pintu Rimba, pintu kami memasuki wilayah penuh misteri. Semua masih sumringah dan semangat. Meski cuaca mulai sangat adem karena banyaknya persediaan oksigen, kita start at 02.00 pm.
dok. pribadi
Langkah demi langkah ditapaki, sebisa mungkin mengingat petuah bapak tadi, fokus fokus fokus. Di awal pendakian kami sudah disuguhi pemandangan yang menentramkan, hijau dimana mana (sedap kali untuk mata minus ini), jalanan pun sedikit menanjak. Berdasarkan penuturan ranger, kita harus melewati lima shelter untuk sampai di puncak. Ooh, lima ya..insyaAllah deh.
Udah cakap sana sini, kombur ini itu, kok shelter satu belum kelihatan ya, semua udah gregetan (tepatnya panik, kalau untuk menemukan shelter satu aja segini lamanya, gimana ya mau sampe shelter lima?). Pas nanya rangernya berapa lama lagi nyampe, pasti dia bilang “15 menit lagi, semangat!” gituu terus sampe bosan. Syukurnya mereka anteng-anteng aja waktu ada yang bilang istirahat bentar, mereka pun menyetujuinya. Jadi, menuju shelter satu entah berapa kali kami istirahat. Padahal bawaan kami cukup ringan dibandingkan mereka. But mereka easy aja keknya ya (itulah karena sering olahraga, latihan wak).
Maka, saat ranger yang paling depan berkata nyaring, “Kita sudah sampai di shelter satu!”, maka kami pun bergegas, pengen membuktikan kebenaran ucapannya (macam tak percaya gitu, haha). Dan inilah dia, yang kami rindukan sekali. Ah, tak lengkap rasanya kalau tak foto ya kan? alhmadulillah, shelter satu..
dok. pribadi
Begitulah terus yang kami lakukan. Melangkahkan kaki, memusatkan perhatian, berdoa dengan khusyuk semoga shelter demi shelter bisa dijangkau dengan semangat. Kurang lebih untuk menemukan satu shelter kami harus berjalan sekitar 2 jam an. Kalau yang udah biasa sih paling satu jam sudah sampai. Syukur sekali deh para ranger sangat sabar dengan langkah kaki kami yang mungkin buat tensi (aih, lama kali pun!) hehe. Jadilah kami sampai di shelter satu ketika waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pm. Istirahat, foto-foto sebentar dan kita pun gerak menuju shelter berikutnya.
Hanya saling menyemangatilah yang kami punya dan berkat pertolongan Allah tentunya, akhirnya shelter dua Alhamdulillah sudah ditemukan. Itu hari sudah mulai gelap, lebih cepat dari sebelumnya, kita sampai sekitar pukul 05.20 pm. Istirahat dan jamak sholat Ashar dan Zhuhur.
Nah, menuju shelter tiga perjalanan semakin menanjak dan yang kami lewati adalah akar-akar pohon yang sangat besar, tumbuhan berlumut yang juga ukurannya sangat gede. Kami harus semakin hati-hati karena sebagian besar memakai rok lebar jadi terkadang ada yang terkait dengan ranting pohon. But it’s okey, bukan masalah yang besar. Alhamdulillah kita sampai pukul 07.00 pm (kurang lebih). Istirahat dan makan bekal untuk nambah stamina. Hufh! Rasanya benar-benar pengen istirahat lamaaa, tapi masih ada dua shelter lagi yang harus kami capai baru bisa istirahat. Jadi kudu semangat lagi. Biar kami sampai puncak tidak terlalu malam.
Perjalanan menuju shelter empat dan lima sungguh tak terbayangkan sebelumnya. Kami berjalan di kegelapan, hanya disinari sinar senter yang hanya dimiliki beberapa orang. Nah, bagi kalian yang mau kesana prepare nya harus ingat yang satu ini ya, senter. Perjalanan ini sangat panjang, entah apapun yang kami lewati tidak lagi terlihat dengan jelas. Yang kami lakukan adalah melangkahkan kaki, ketika ada kubangan lumpur kami saling mengingatkan. Kiri kanan jalannya cukup curam, maka sangat diperlukan kehati-hatian dan fokus. Sepanjang perjalanan kata-kata yang saling sahut menyahut adalah, “Kiri jurang!”, “Awas kepala, ada kayu!”, “Hati-hati lumpur, dalam!”, dan kata-kata peringatan lainnya. Alhamdulillah shelter berikutnya kami temukan sekitar pukul 10.00 pm (maafkanlah kenekadan daku mak, pak)
Di shelter empat kami sempat bersitegang, dua kubu terbangun. Kubu satu meminta untuk istirahat saja, besok pagi baru dilanjutkan menuju puncak. Kubu kedua, ngotot (gak pake kali) untuk lanjut saja, istirahatnya di shelter lima saja. Keputusan yang rumit bagi kepala ranger, dan akhirnya kami pun membulatkan mufakat untuk melanjutkan perjalanan menuju titik terakhir. Bismillah lagi, semangat!
Saat itu purnama, dan langit penuh dengan bintang. Maka di ketinggian itu kami menyaksikan kerlipan bintang yang teramat banyak memenuhi langit, beriringan dengan penuhnya sang bulan menambah elok penglihatan. Meski kami harus mengintip untuk melihatnya (karena terhalang pepohon besar) tetap saja keindahannya tak terlukis kata. “Maha Suci Engkau Ya Allah, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maka peliharalah kami dari siksa api neraka”. Lirih hati ini berdoa. Semoga sampai tujuan dengan selamat.
Kesunyian semakin menyergap, bersebab semua merasa energi yang ada sangat tersia untuk dibuang dengan cakap-cakap. Yang dilakukan hanya berusaha mendekat dengan orang di hadapan kita dan mengikuti langkahnya, itu saja. Saat semua (aku aja kali ya) hampir menyerah, tetiba tanda-tanda itu pun ditemukan, yang menunjukkan bahwa shelter terakhir sudah dekat.
Yaitu tanah berpasir, jenis tumbuhan yang mulai berbeda dari sebelumnya (ketinggian dan vegetasinya). Pohon-pohon raksasa itu sudah kami tinggalkan di belakang, dan sekarang kami melihat hamparan tumbuhan yang ketinggiannya tidak melebihi tinggi orang dewasa. Dan langit, bisa kami saksikan dengan bebas. Alhamdulillah, di kegelapan aku melihat langit tetap indah, menawarkan pemandangan yang tak terlukiskan. Mahakarya Sang Pencipta. Kami sampai puncak pukul 00.30 dini hari. Tanpa ada yang memberi instruksi sebagian besar kami merebahkan tubuh di tanah berpasir itu (kotor itu baik, haha).
Kabut semakin tebal dan cuaca semakin ekstrim, mau tak mau kami harus menyeret kaki menuju tempat tenda di pasang. Thanks banget untuk semua ranger yang sangat peduli (rasanya kami sudahlah, tak payah lagi pake tenda pun keknya tidur ajalah disini, bendera putih udah berkibar dimana-mana). Oh ya! Belum sholat maghrib dan isya weee, maka di bawah langit kami tunaikan kewajiban itu dengan khusyuk. “Thanks Allah, for all Your guide”.
Kami disuguhi pemandangan yang luarbiasa keesokan harinya. Ah, alam selalu memberi sesuatu yang sangat mempesona. Makasih Ya Allah, aku merasa semakin tak ada apa-apanya. Semua masalah yang aku punya, Engkau punya solusinya. Iya, masalahku memang besar, tapi aku yakin Engkaulah Yang Maha Besar. Maka rasanya tak pantas mengeluh karena semua masalah adalah tanda sayang Allah pada hambaNya. Hiks, tetiba pengen nangis bombay deh..
Yok aku tunjukkan ya pemandangan eksotis disini…
Kalau perjalanan naik kami harus memakan waktu 10 hingga 11 jam, maka untuk turun kami berhasil memangkasnya menjadi lima setengah jam (Alhamdulillah). Bukan karena apa kawan, karena kami sudah sangat rindu dengan air, rasanya macam udah mau dehidrasi. Jadi di kepala ini yang ada hanya air, air, dan air. Bersyukur ada beberapa rombongan yang hendak naik bersedia membagi persediaan airnya pada kami, jadi lumayanlah untuk membasahi tenggorokan. Thanks ya konkawan semua..
Alhamdulillah, kami tiba di sumber air sekitar pukul 05.30 petang.
Beberapa catatan penting untuk kalian yang berencana kesana:
1. Rajin-rajin lah dulu olahraga ya, biar kaki lebih nyaman untuk dibawa mendaki
2. Bagi pemula, upayakan mencari ranger yang ahli dan terpercaya
3. Persiapan harus lengkap ya, tapi jangan bebankan dengan yang tidak perlu
4. Jika harus berjalan malam, siapkan senter
5. Upayakan mengambil waktu istirahat yang memadai, artinya pulihkan tenaga dulu di puncak dan nikmati panoramanya sebelum turun. Setidaknya sediakan waktu 24 jam untuk menikmati keindahan puncak. Kalau perjalanan kami kemarin memang cenderung terburu-buru jadi ketika rasa penat masih ada dan belum puas dengan tawaran pemandangannya, kami harus berkemas kembali.
6. Bawa bekal yang cukup ya, karena diatas tak ada warung, hhaha
7. Banyak berdoa dan hindari mengucapkan maupun memikirkan hal-hal yang tidak pantas
8. Jauhi kemaksiatan ya, karena alam sangat sensitif dengan hal tersebut
9. Tetaplah rendah hati, memohon kekuatan dan pertolongan Allah agar sampai dengan selamat, begitu pula saat turun
10. Hindari merusak apapun selama di perjalanan maupun saat di puncak
11. Selalu saling memotivasi, menyemangati, dan saling meringankan beban di antara personil
12. Untuk para perempuan upayakan sebisanya bersama muhrim ya, untuk menghindari hal yang diluar dugaan/rencana
13. Semangat sampai finish ya!
Itu saja, semoga bermanfaat untuk konkawan yang berkehendak menuju Sibuatan.
alhamdulillah
Keren-keren... Gunung mana lagi ya kirakira....
BalasHapus