Judul Buku : Saat Berharga Untuk Anak Kita
Penulis : Mohammad Faudzil Adhim
Penerbit : Pro-U Media
Tahun Terbit : 2009
Jumlah Halaman : 280
Bismillah
"Wah, lucunya. Pintar sekali. Menggemaskan" Begitu ucapan yang sering terlontar ketika melihat tingkah anak-anak. Bersama mereka, rasa penat kita seperti menguar tak berbekas, masalah kita seperti tak ingin berlama hinggap, dan senyuman seolah tak ingin lepas dari wajah kita. Maka tak dipungkiri, mereka yang sering berinteraksi dengan anak-anak (biasanya guru-guru TK atau playgrup) cenderung lebih cerah dan awet muda. Secara umum kita mengakui hal tersebut. Kebenarannya mungkin perlu penelitian secara empiris.
Maka untuk sejenak merilekskan pikiran tak ada salahnya melihat-lihat kegiatan anak-anak di sekolah mereka (TK or playgrup) atau lihat wajah dan keceriaan mereka ketika bermain dengan teman-temannya. Pemandangan yang membuat kita betah menatap berlama-lama. Atau sesekali, untuk menyejukkan dan mendamaikan hati, lihat wajah mereka ketika tertidur pulas. Seketika, hati kita yang semula kisruh akan berganti dengan kesejukan. Itulah pesona anak-anak, daya tarik yang tidak dimiliki oleh orang dewasa.
Sayangnya, kesejukan yang kita rasakan atau sebagian besar orangtua rasakan tadi, hanya bertahan sampai mereka di bangku TK atau awal-awal memasuki masa SD. Setelah mereka beranjak remaja, anak kita berubah menjadi pribadi yang berkebalikan. Sulit diatur, mudah melawan, pemarah, agresif, dan kenakalan lainnya. Sebagian besar orangtua bertanya-tanya, ada apa dan mengapa? Orangtua sudah merasa memberikan pemahaman agama yang baik, mungkin lewat pemilihan sekolah Islami, kemudian di sore hari mengundang guru privat untuk mengajar ngaji, dan seterusnya. Tapi mengapa yang terjadi adalah anak tersebut semakin tidak mulia akhlaknya. Maka, buku yang satu ini bisa menjadi referensi yang bagus bagi kita para orangtua, atau calon orangtua.
Buku yang telah terbit tahun 2009 ini memberi gambaran yang jelas bagi kita, sekali lagi para orangtua dan calon orangtua, bagaimana seharusnya mendidik anak sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Di halaman awal kita diingatkan bahwa anak adalah amanah dari Allah untuk dididik dan dikokohkan jiwanya untuk menghadapi tantangan di zamannya. Kesalahan yang harusnya tidak terulang adalah mendidik anak sesuai dengan keinginan kita.
Pembukaan atau bab awal buku ini cukup membuat kita kembali harus evaluasi diri sejenak, bertanya dari hati yang paling dalam. "Niat kita mendidik anak apa?" Yup, niat. Karena sejatinya segala sesuatu itu bergantung niat, dan kita akan mendapatkan apa yang diniatkan. Untuk apa kita mendidik mereka? Untuk menjadi duplikat diri kita? Menjadi robot yang akan kita bentuk sesuai keinginan kita tanpa mendengarkan suara hati mereka? Atau kita didik mereka agar kelak ketika kita menua akan ada yang peduli dengan kita? Agar kita disebut sebagai orangtua yang hebat?
Terkait niat, penulis buku-buku parenting best seller ini kembali membuka cakrawala berpikir kita agar kembali meluruskan niat mendidik anak. Fenomena yang terjadi seringnya para orangtua memiliki niat/orientasi yang melenceng dalam mendidik anak. "Kita asah kecerdasannya sehingga hebat luarbiasa, bukan agar bisa menolong agama Allah ini dengan kemampuan yang mereka miliki. Justru sebaliknya, kita ajarkan kepada mereka doa-doa kepada Allah Ta'ala untuk memperoleh dunia. Kita biasakan mereka berdoa bukan agar hatinya terpaut dengan Allah 'Azza wa Jalla, tetapi semata agar Allah melimpahkan prestasi yang menakjubkan. Tak salah jika semasa kuliah rajin puasa dan memelihara sikap takzim pada orangtua, tetapi sesudah mereka memperoleh apa yang di cita-citakan, bekas-bekas puasa Senin Kamis itu tak tampak sedikit pun." (hal.32)
Mungkin sebagian kita bertanya, "Apakah ada yang salah jika kita para orangtua memiliki orientasi dunia ketika mendidik anak?" Lagi-lagi tulisan dalam buku ini membuat kita mengangguk setuju. Alangkah sia-sianya... Jika kita melakukan semua 'kebaikan' kepada anak, sejak belum bisa melakukan apa-apa hingga bisa berpenghasilan hanya untuk dunia. Keletihan yang kita rasakan, semua biaya yang kita keluarkan, tidak akan bernilai apa-apa di hadapan Allah. Lebih menyedihkan lagi, ketika kita mendapati kenyataan bahwa banyak orangtua yang merasa kesepian, merasa ditinggalkan, tidak dipedulikan, ketika usia mereka sudah senja. Dengan alasan sibuk, berkarir, dan sebagainya, banyak anak yang tidak meluangkan waktu untuk orangtua mereka. Cukup dengan memberikan nominal tertentu, mereka merasa sudah melakukan bakti besar. Naudzubillah. Tapi, bukankah pemikiran itu adalah hasil didikan orangtua sejak mereka kecil? Agar berkarir yang cemerlang, agar menjadi orang terpandang, agar punya harta berlimpah ruah? Agaknya, kita harus merenungkan hal ini lebih dalam.
So, niat seperti apa yang harus kita miliki dalam mendidik anak? Menjaga amanah Allah, mendidik mereka untuk tetap pada fitrahnya, menjadi hamba sekaligus khalifah Allah yang akan memakmurkan bumi dengan kalimat tauhid insyaAllah. Kita hanya membekali mereka dengan fasilitas yang mengembangkan keunikan mereka masing-masing. Menyiapkan mereka agar kokoh jiwanya menghadapi tantangan di zamannya. InsyaAllah.
Niat sudah mantap, selanjutnya masuk ke bagian praktis. . Niat yang salah tapi metodenya benar akan menghasilkan anak yang dunia oriented, sampai menghalalkan semua cara untuk mendapatkannya. Niat yang benar tapi tidak dibarengi dengan cara (metode) yang benar lebih sering hasilnya akan benar. Contohnya orangtua zaman sebelum kita yang belum mengenal psikologi pendidikan anak, ilmu parenting dan seterusnya tetapi berhasil mencetak generasi yang unggul dalam sisi akhlak. Dan akan sangat klop ketika niat dan metode sudah berada di jalur yang benar. InsyaAllah akan lahir generasi-generasi emas yang akan membuat para malaikat takjub.
Maka, di bab selanjutnya penulis memaparkan hal-hal teknis/praktis dalam mendidik anak.
Pertama, membangun jiwa anak. Jiwa yang kokoh untuk mampu mengatasi semua tantangan hidup kelak di zamannya. Bagaimana caranya?
Yuk simak penuturan penulis hebat ini.
Hal yang tidak bisa diabaikan dalam membangun jiwa anak adalah lewat membangun hubungan yang baik dengan anak. Eh, emang hubungan yang tidak baik itu gimana ya? Di sinetron-sinetron (artinya di kehidupan nyata juga tidak jauh berbeda) sering kita lihat, meski anak dan orangtua berada di bawah atap yang sama, mereka tidak memiliki kedekatan emosional. Hubungan mereka hanya sebatas formalitas, orangtua dan anak. Orangtua menuntut anak harus begini begitu, berprestasi ini dan itu karena merasa bahwa mereka sudah bekerja mati-matian, berkorban segalanya demi anak. Sehingga rumah hanyalah sebagai tempat orangtua untuk mengecek apakah anak sudah melakukan list yang dibuat. Ada sebuah cerita lucu (sedih juga sih) tentang hal ini. Orangtua yang ketika sampai di rumah selalu bertanya hal yang sama pada anaknya, sampai-sampai si anak dalam batinnya sudah hafal mimik, intonasi, serta gaya orangtuanya melempar tanya. "Sudah makan? Sudah sholat? PR sudah siap?" itu saja. Urutan sama setiap hari. Setelah itu, orangtua dan anak masuk ke kamar masing-masing.
Kegagalan terbesar orangtua adalah tidak mampu menjadi orang kepercayaan anak. Sehingga anak akan mencarinya di tempat lain. Inilah yang akhirnya membuat anak banyak yang terdegrasi dari pergaulan yang salah.
Kepercayaan orangtua mempengaruhi pertumbuhan mental dan kepribadian anak. Banyak keunggulan-keunggulan intelektual maupun sosial yang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang diterima anak. Berkat kepercayaan orangtua kepadanya, anak terpenuhi kebutuhannya yang paling mendasar pada saat ia masih kecil, yakni basic trust (kepercayaan dasar). Kepercayaan dasar yang kuat akan membuat anak merasa aman dan nyaman, sehingga ia berani mencoba, belajar menghargai dirinya sehingga jika benar-benar terkelola dengan baik, pada akhirnya akan membuahkan kekuatan self reward, keadaan di mana anak dengan tanpa mendapat dukungan dari luar sudah menemukan kebahagiaan manakala ia menuai keberhasilan. Kepercayaan dasar juga membuat anak merasa dirinya berharga dan terlindungi. (hlm. 52)
Ternyata, di balik disyariatkannya azan dan iqomat pada awal kelahiran anak adalah untuk membangun kepercayaan dasar yang kuat pada anak. Juga kegiatan bonding (menyusui anak sejak awal kelahiran) pun memberi manfaat yang sama, kepercayaan dasar anak akan terbangun karena rasa aman dan nyaman sudah didapatkan sejak dini.
Rasulullah saw memberikan teladan yang mengagumkan tentang hal ini. Bagaimana beliau sangat penyayang terhadap anak-anak. Kita mungkin tidak asing dengan kisah dimana Rasulullah pernah bermain kuda-kudaan dengan Hasan dan Husein. Beliau memanjangkan sujud ketika cucu-cucu beliau bermain-main di bahu Rasulullah. Beliau selalu menyapa anak-anak dengan riang dan sayang. Mengusap kepala mereka sembari mendoakan kebaikan untuk mereka. Menasihati dengan bahasa yang bersahabat. Menghargai hak-hak anak. Kesemua teladan tadi selengkapnya bisa dibaca di bab kedua buku ini.
Masih di bab dua, dijelaskan bagaimana cara membantu anak berbakti pada orangtua. Berikut ini adalah yang harus dilakukan orangtua:
1. Menerima yang sedikit dari anak, maksudnya mengakui kelebihan anak sekecil apapun itu dan berusaha mengembangkannya, tidak membanding-bandingkan dengan anak lainnya, mengakui bahwa dia adalah anak yang unik/istimewa.
2. Maafkanlah yang menyulitkannya, hal ini terkait dengan keaktifan anak-anak sehingga seringnya membuat orangtua harus selalu waspada, mengerahkan seluruh tenaga, waktu dan pikiran untuk menjaga mereka.
3. Jangan membebani anak. Jika masa kanak-kanak adalah waktu untuk bermain maka izinkanlah mereka menikmati masa bermainnya, tanpa kita bebani dengan ambisi pribadi kita agar mereka ahli dalam banyak hal diusia yang masih belia. Jika anak terbebani maka kapasitas mentalnya tidak akan berkembang secara optimal.
4. Jangan memaki anak. Karena anak yang dibesarkan dengan makian akan menyebabkan mereka rendah diri, dan jika anak dibesarkan dengan hinaan akan menyebabkan mereka menyesali diri atau tidak memiliki rasa penerimaan yang baik terhadap diri sendiri (Dorothy Law Nolte)
Empat hal diatas jika kita lakukan akan menjadikan kita menjadi orangtua yang dirahmati Allah, insyaAllah.
Pola komunikasi yang tidak baik diantara orangtua (ayah dan ibu) akan menyebabkan anak mengalami kondisi psikis yang rentan masalah (fragile). Ditandai dengan kacaunya kondisi emosi dan perasaan, sulit berpikir jernih dan logis, mudah menimpakan kesalahan pada orang lain, mudah mengambil kesimpulan tanpa alasan yang memadai, tetapi pada saat yang sama ia juga mengutuk dirinya sendiri, berputus asa, dan mengamuk, atau kalaupun ia tidak secara terbuka mengamuk, tetapi ia menyimpan amarah dalam dada dan sewaktu-waktu bisa meledak. (hlm. 76)
Tentang komunikasi yang baik, Allah mengingatkan dalam firmanNya "
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadida). QS 4:9
Dua hal yang harus dipegang oleh orangtua ketika mendidik anak adalah bertakwa kepada Allah dan berkata dengan tutur kata yang benar. Tentang tutur kata yang benar (qaulan sadidan) bisa diartikan: jujur, benar, tidak mengelabui, apa adanya, dan tidak berbelit-belit.
Adapun cara membangun kepercayaan anak pada orangtua adalah dengan cara: mencintai mereka dengan tulus tanpa syarat, menepati janji, memiliki prinsip dalam mendidik anak, dan konsisten.
Membangun sifat mau berbagi dalam diri anak bisa dilakukan dengan cara:
1. Mengajarkan berbagi sebagai kesengajaan yang disertai dengan usaha dan bahkan perjuangan serius
2. Mengajarkan berbagi untuk meringankan beban dan memberi manfaat
3. Mengajarkan berbagi dengan barang-barang berguna atau bahkan yang sangat dicintai
Dalam sebuah hadits yang diriwayakan oleh Ali Bin Abi Thalib ra, Rasulullah saw mewanti-wanti kita untuk menjauhi ke limabelas perkara berikut:
"Jika harta rampasan dibagi secara bergiliran (satu kaum mendapatkan dan kaum yang lain tidak mendapatkannya), amanat dianggap sebagai harta rampasan, zakat dianggap sebagai main-main, jika lelaki patuh pada istrinya, lebih suka berbuat baik kepada rekannya dan kasar terhadap ayahnya, jika ada suara-suara keras di dalam masjid, jika pemimpin kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka, orang yang paling mulia takut kepada kejahatannya, jika khamr diminum, sutera dikenakan kaum laki-laki, wanita-wanita penyanyi dan alat-alat musik diambil, jika yang akhir dari umat ini melaknat yang awal. Maka hendaklah pada saat itu mereka mewaspadai aroma paceklik, kekurangan bahan makanan atau perubahan rupa." (HR at Tirmidzi)
Nasihat ini bisa juga untuk kita sampaikan pada anak...
Belajarlah mencintai Allah dengan cara yang dikehendakiNya. Sesungguhnya ketenangandan kedamaian jiwa yang sebenar-benarnya ada bersama kebenaran. Ata apa-apa yang Allah tidak menjaminkannya bagimu, mintalah kepadaNya dan berusahalah untuk meraihnya. Iman dan kemenangan di hari akhir termasuk di dalamnya. Ata apa-apa yang Allah telah jaminkan bagimu dan bagi seluruh makhlukNya, ketahuilah kunci-kuncinya. Rezeki termasuk didalamnya. Gunakanlah rezeki yang dikaruniakan Allah kepadamu untuk meraih akhirat dan menjaga iman. Jangan mengorbankan akhirat untuk dunia yang cuma segenggam. Dan apabila engkau mampu, kejarlah akhirat sekaligus membuka pintu-pintu dunia. Gunakanlah dunia untuk membeli akhirat. (hlm. 171-174)
Cara mengingatkan anak, pertama ingatkanlah kekeliruannya tanpa memojokkan atau menyalahkan. Kemudian tetap berkata lembut dan berpikir jernih.
Cara bijak memarahi anak; pertama, ajarkan kepada mereka konsekuensi bukan ancaman. Beri mereka penjelasan tentang boleh dan tidak. Bisa juga dengan membuat komitmen bersama dengan anak untuk mematuhi aturan. Kedua, jangan cela dirinya tapi cukup perilakunya. Dan terakhir, marahlah dengan pilihan kata positif dan mendoakan kebaikan untuk anak.
Last but not least, nasihat salah satu orangtua yang dirahmati Allah yang diabadikan dalam Al Qur'an ini bisa menjadi cermin kita untuk mendidik anak dengan benar.
"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang ditetapkan." QS 31:17
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." QS 31: 18-19
Semoga bermanfaat
Alhamdulillah
|
dok.pribadi |
Belum ada tanggapan untuk "Review Buku Parenting"
Posting Komentar